Skip to main content

Meminimalisir Manipulasi Nilai untuk Membangkitkan Budaya Jujur

Penulis: Nuri Arifin

Memajukan aspek pendidikan adalah salah satu upaya untuk memajukan bangsa dan negara. Jika negara maju maka kesejahteraan warga negara juga akan meningkat. Pendidikan adalah modal utama suatu bangsa agar dapat meningkatkan kualitas hidup warga negaranya menjadi lebih baik dan mengubah pola pikir warga negaranya agar dapat berpikiran lebih maju dan kreatif. Dari proses pendidikan tersebut diharapkan terwujud generasi emas yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan generasi penerus untuk memajukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Terwujudnya generasi yang cerdas disertai perilaku dan akhlak yang baik akan membuat negara ini menjadi negara yang maju dan beradab. Akan tetapi fenomena yang terjadi sekarang ini justru merebaknya masalah-masalah perilaku dan akhlak mulia dalam sistem pendidikan, khususnya di sekolah. Padahal seharusnya, sekolah yang merupakan salah satu tempat terjadinya proses pembelajaran menjadi tempat pembentukan karakter, akhlak mulia, dan perilaku yang baik. Salah satu hal yang sudah menjadi rahasia umum adalah fenomena manipulasi nilai di sekolah. Bisa dikatakan hampir seluruh sekolah pasti melakukan hal tersebut. Baik dengan cara manipulasi nilai hasil ujian ataupun memberikan bocoran soal ujian. Bahkan "pengatrolan" tersebut tidak tanggung-tanggung. Bukan hanya dinaikkan agar mencapai standar minimal, tapi dinaikkan melebihi standar minimal. Fenomena ini bukan hanya terjadi di tingkat akhir suatu jenjang sekolah, akan tetapi terjadi di setiap tingkat kelas. Misalnya di jenjang SMA, "pengatrolan" nilai bukan hanya dilakukan untuk nilai siswa kelas XII, tetapi dilakukan terhadap nilai siswa kelas X dan XI. Dalam pembahasan ini, akan dikhususkan pembahasan di jenjang SMA sederajat dan kaitannya dengan SNMPTN.

Mengapa hal tersebut terjadi? Seharusnya sekolah menjadi tempat pembentukan karakter dan budaya jujur. Tetapi fenomena yang terjadi sekarang memang sedemikian parahnya. Penyebab dari masalah tersebut muncul, antara lain:
  1. Nilai siswa yang tidak mencapai KKM. Tidak bisa dipungkiri bahwa KKM yang diterapkan sekarang bisa dikatakan cukup tinggi. Akan tetapi karena materi yang diajarkan sangat padat dan waktu pembelajaran efektif yang disediakan tidak sebanding dengan banyaknya materi dan mata pelajaran, maka nilai siswa cenderung di bawah KKM.
  2. Ekspektasi guru yang terlalu tinggi terhadap siswa. Kebanyakan guru berpikir bahwa siswa-siswa pasti mampu, mampu mencapai nilai yang tinggi, mampu mencapai kata paham, dan mampu menerima semua materi pelajaran dengan baik.
  3. Guru tidak repot melaksanakan remedial. Proses pembelajaran dimulai dari pembahasan materi, uji kemampuan siswa (ulangan atau ujian), kemudian dilanjutkan pengayaan (bagi siswa yang sudah mencapai standar minimal). Sedangkan bagi siswa yang belum mencapai standar minimal, diharuskan mengikuti remedial. Remedial dimulai dari pembelajaran ulang kemudian diikuti oleh ujian ulang. Namun yang terjadi saat ini, remedial diartikan hanya sebagai ujian ulang, bukan diawali dengan pembelajaran ulang. Walaupun tidak diawali dengan pembelajaran ulang, akan tetapi guru merasa "repot" jika harus melakukan ujian remedial. Hal ini karena guru diharuskan kerja dua kali.
  4. Fenomena "pengatrolan" nilai khususnya di tingkat kelas X dan XI adalah karena guru berpikir jauh ke depan. Berpikir jauh ke depan disini maksudnya adalah daripada "pengatrolan" nilai dilakukan saat kelas XII, lebih baik dilaksanakan di setiap jenjang agar tidak "repot" ketika SNMPTN maupun seleksi non tulis masuk perguruan tinggi swasta sudah hampir memasuki waktunya.
  5. Keinginan sebagian besar sekolah agar menjadi yang terbaik dan dinilai sebagai sekolah unggulan berdasarkan nilai ataupun hasil ujian. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab oknum-oknum guru melakukan "pengatrolan" nilai.
  6. Rasa ingin "membantu" dari guru terhadap siswa. Rasa ingin "membantu", dalam hal ini maksudnya adalah agar siswa-siswa di sekolah mereka dapat dengan mudah mendapatkan jenjang pendidikan selanjutnya, yaitu perguruan tinggi, baik masuk melalui jalur SNMPTN maupun masuk ke perguruan tinggi swasta tanpa tes. Hal ini juga didukung dengan keinginan agar sekolah tersebut dinilai sebagai sekolah yang mampu meluluskan siswanya dalam jumlah banyak melalui jalur tanpa tes.

Apakah akibat dari permasalahan tersebut? Fenomena yang terjadi tersebut secara perlahan dapat merusak sistem pendidikan nasional yang secara perlahan sebenarnya sedang mengalami proses pembenahan. Mulai dari pembenahan kurikulum, perbaikan kualitas guru, peningkatan fasilitas pendidikan, dan lain-lain. Akan tetapi hal yang mendasar, tujuan sebenarnya dari pendidikan, yaitu pembentukan karakter dan perilaku yang baik, justru sudah mulai rusak secara perlahan. Hal ini akan menyebabkan pendidikan di negara kita mengalami kemunduran. Akibat dari permasalahan yang terjadi ini adalah antara lain sebagai berikut:
  1. Budaya malas pada siswa. Hal ini disebabkan karena sudah tertanam dipikiran para siswa bahwa "pengatrolan" nilai pasti dilakukan oleh guru dan pihak sekolah. Mereka berpikir bahwa guru dan pihak sekolah tidak mungkin tega nilai siswa mereka rendah dan mereka tidak lulus, serta sulit mendapatkan perguruan tinggi.
  2. Budaya tanggung jawab siswa terhadap apa yang menjadi kewajibannya semakin luntur. Tanggung jawab siswa salah satunya adalah belajar. Akan tetapi dengan adanya fenomena ini, mereka menjadi tidak bertanggung jawab terhadap tugasnya untuk belajar.
  3. Budaya manipulasi yang semakin merajalela. "Pengatrolan" nilai sama halnya dengan memanipulasi data. Dengan adanya fenomena tersebut, budaya manipulasi menjadi berkembang sangat pesat bahkan parahnya justru terjadi di bidang pendidikan. Budaya manipulasi ini akan menyebabkan turunnya trend budaya jujur pada guru yang dapat menular kepada siswa. Hal ini dapat berdampak buruk pada masa depan mereka, terutama kejujuran mereka dalam melaksanakan pekerjaan di kemudian hari.

Lalu, apakah solusi dari permasalahan tersebut? Jika permasalahan tersebut tidak segera diatasi, maka akan menyebabkan kemunduran pendidikan di negara kita yang berakibat semakin mundurnya bangsa kita. Sebenarnya sistem yang digalakkan pemerintah tahun ini dalam hal penerimaan mahasiswa baru jalur SNMPTN dinilai cukup bagus. Terdapat beberapa aturan dan syarat baru yang memungkinkan terseleksinya siswa yang benar-benar mumpuni. Dengan menggunakan sistem pengecekan korelasi antara nilai rapor selama 5 semester, nilai USBN, dan nilai UN adalah langkah yang sangat bagus untuk mensukseskan program SNMPTN untuk menjaring siswa-siswa yang mumpuni dan berkualitas. Ketiga hal tersebut harus saling berkorelasi positif sehingga siswa dapat lolos SNMPTN. Jika seorang siswa memiliki nilai rapor dan nilai USBN tinggi, sedangkan hasil UN ternyata tidak sebanding dengan dua hasil ujian tersebut, maka korelasi yang muncul adalah korelasi negatif yang menyebabkan kemungkinan terbesarnya adalah siswa tersebut tidak diterima melalui jalur SNMPTN. Hal ini merupakan suatu langkah yang cukup bagus karena pihak sekolah dapat memanipulasi nilai rapor siswa dan nilai USBN, sedangkan pihak sekolah tidak dapat memanipulasi data hasil UN karena data diolah pusat.
Sistem yang digunakan tahun ini untuk program SNMPTN sudah cukup baik. Akan lebih baik jika dilakukan perbaikan pada bagian yang masih belum sempurna. Salah satu solusi yang dapat mendukung perbaikan tersebut adalah ujian bertaraf nasional di setiap tingkat yaitu kelas X, XI, dan XII. Jadi, penilaian akhir tahun dilaksanakan dengan sistem UN. Mulai dari kisi-kisi ujian yang disediakan pusat, jadwal yang dibuat oleh pusat, dan soal yang disusun oleh pusat. Hal ini dapat meminimalisir terjadinya manipulasi data nilai karena setiap tahun terdapat data nilai yang diolah pusat. Jadi pengujian korelasi dapat menggunakan data hasil rapor semester 1, 3, dan 5, hasil UN kelas X, XI, dan XII. Laporan data nilai untuk semester 1, 3, dan 5 dilaksanakan setiap akhir semester sehingga data sudah tersimpan di pusat dan tidak bisa dimanipulasi lagi oleh pihak sekolah. Data untuk pengujian korelasi yang semakin padat tersebut akan meminimalisir terjadinya manipulasi nilai yang selama ini terjadi. Dengan diterapkannya sistem ini, secara perlahan dapat mengatasi merebaknya trend tidak jujur di lingkungan pendidikan sehingga dapat menghasilkan generasi emas yang cerdas dan jujur. Selain akan berdampak baik pada hal tersebut, sistem UN di setiap tingkat juga dapat mengurangi rasa takut dan depresi siswa terhadap UN. Seperti yang kita ketahui selama ini, banyak siswa yang merasa takut saat akan menghadapi UN. Dengan dilaksanakannya UN di setiap tingkat akan mengurangi rasa takut mereka karena UN hanya seperti ujian biasa, karena pesertanya adalah seluruh kelas X, XI, dan XII.
Referensi:
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Comments

Popular posts from this blog

Latihan Soal UN SMA IPA (Bentuk Pangkat)

Kisi-kisi ujian nasional dari tahun ke tahun hampir sama. Tipe soal dari tahun ke tahun juga hampir sama. Kunci sukses untuk mendapatkan nilai ujian nasional maksimal terutama mata pelajaran matematika adalah perbanyak latihan soal. Materi pertama yang diujikan di ujian nasional adalah bentuk pangkat. Berikut ini adalah materi bentuk pangkat dan disajikan latihan soal-soal ujian nasional tentang materi tersebut. Bentuk Pangkat Bentuk pangkat atau biasa disebut eksponen adalah perkalian bilangan yang sama secara berulang. Secara umum, bentuk pangkat biasa dituliskan   artinya perkalian bilangan a sebanyak n kali. Bentuk perpangkatan dengan a disebut sebagai basis dan n disebut sebagai pangkat. Sifat-sifat pangkat: Jika suatu bilangan dipangkatkan dengan 0, maka hasilnya adalah 1. Contoh: ,  . Jika suatu bilangan dipangkatkan dengan 1, maka hasilnya adalah bilangan itu sendiri. Contoh: ,  . Jika 1 dipangkatkan dengan bilangan berapapun, hasilnya tetap 1. Contoh: ,  . Ji

Latihan Soal UN SMA IPA (Persamaan dan Fungsi Kuadrat)

Kisi-kisi ujian nasional dari tahun ke tahun hampir sama. Tipe soal dari tahun ke tahun juga hampir sama. Kunci sukses untuk mendapatkan nilai ujian nasional maksimal terutama mata pelajaran matematika adalah perbanyak latihan soal. Materi pertama yang diujikan di ujian nasional adalah persamaan dan fungsi kuadrat. Berikut ini adalah materi persamaan dan fungsi kuadrat dan disajikan latihan soal-soal ujian nasional tentang materi tersebut. Persamaan dan Fungsi Kuadrat Persamaan Kuadrat Misalkan a, b,c  anggota himpunan bilangan real, maka bentuk umum persamaan kuadrat adalah:   Dalam persamaan tersebut, a  adalah koefisien dari , b  adalah koefisien dari , dan c  disebut konstanta. Nilai  yang memenuhi persamaan kuadrat  disebut penyelesaian atau akar dari persamaan kuadrat. Selanjutnya, himpunan yang beanggotakan akar-akar atau penyelesaian persamaan kuadrat disebut himpunan penyelesaian persamaan kuadrat. Cara Menentukan Akar-Akar Persamaan Kuadrat 1.       P

Latihan Soal UN SMA IPA (Program Linier)

Untuk mendownload soal, klik disini Baca juga: Latihan Soal UN SMA IPA (Bentuk Pangkat) Latihan Soal UN SMA IPA (Bentuk Akar) Latihan Soal UN SMA IPA (Logaritma) Latihan Soal UN SMA IPA (Komposisi Fungsi dan Fungsi Invers) Latihan Soal UN SMA IPA (Persamaan dan Fungsi Kuadrat) Latihan Soal UN SMA IPA (Persamaan Linier) Latihan Soal UN SMA IPA (Pertidaksamaan Linier) Latihan Soal UN SMA IPA (Matriks) Latihan Soal UN SMA IPA (Barisan dan Deret) Latihan Soal UN SMA IPA (Limit Aljabar) Latihan Soal UN SMA IPA (Integral dan Aplikasinya) Latihan Soal UN SMA IPA (Turunan dan Aplikasinya) Latihan Soal UN SMA IPA (Perbandingan dan Fungsi Trigonometri) Latihan Soal UN SMA IPA (Aturan Sinus Kosinus) Latihan Soal UN SMA IPA (Dimensi Tiga) Latihan Soal UN SMA IPA (Lingkaran) Latihan Soal UN SMA IPA (Statistika) Latihan Soal UN SMA IPA (Transformasi Geometri) Latihan Soal UN SMA IPA (Kaidah Pencacahan) Latihan Soal UN SMA IPA (Peluang) Latihan Soal UN SMA IPA (Integral Trigon